Sorotkeadilan.id – Jakarta, Selama 10 tahun Partai Demokrat berkuasa, tercatat 55 juta hektar konsesi lahan diberikan kepada pengusaha dan korporasi. Ini menjadikan periode 2004-2014, masa paling banyak memberikan konsesi lahan kepada pengusaha dan korporasi.

Temuan itu dijabarkan oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan Auriga Nusantara dalam sebuah jurnal yang diterbitkan September 2022 lalu.

Dalam jurnal berjudul Indonesia Tanah Air Siapa Kuasa Korporasi di Bumi Pertiwi, diperlihatkan bahwa Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai kepala negara yang memegang rekor pemberian konsesi lahan selama 10 tahun berkuasa. 

Angka terbesar memang dipegang Presiden ke-2 Soeharto yakni 79 juta hektar lahan. Namun hal itu terjadi ketika Soeharto berkuasa selama 32 tahun. Sementara SBY hanya dalam waktu 10 tahun berkuasa sudah memberikan 55 juta hektar lahan kepada korporasi. 

Disebutkan bahwa gelombang pemberian pengusaaan/pengelolaan/pengusahaan lahan kepada korporasi menderas sejak Orde Baru, terutama dengan diterbitkannya Undang-Undang Penanaman Modal Asing pada 1967 (UU 1/1967) dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri pada 1968 (UU 6/1968). 

Penguasaan oleh korporasi ini melalui berbagai bentuk, seperti konsesi dan izin pada pertambangan; izin usaha perkebunan dan atau hak guna usaha pada perkebunan sawit; konsesi/izin logging (biasa dikenal Hak Pengusahaan Hutan – HPH) atau kebun kayu (biasa dikenal Hutan Tanaman Industri – HTI) pada kehutanan. 

Omnibus, atau dikenal juga UU Cipta Kerja, membungkus semuanya dalam bentuk Perizinan Berusaha. 

Meski nama atau istilahnya beragam, satu hal yang pasti: semua itu diperuntukkan bagi perusahaan atau, untuk selanjutnya disebut, korporasi. Soeharto memang merajai “kemurahan hati” pemerintah kepada korporasi. 

Berkuasa 32 tahun tak kurang dari 79 juta hektare diberikan sepanjang rezimnya kepada korporasi, baik kehutanan, sawit, maupun tambang.  Menyusul rezim SBY, yang selama 10 tahun berkuasa menyerahkan penguasaan lahan seluas 55 juta hektare kepada korporasi.

Sangat jauh berbeda dengan era Megawati Soekarnoputri. Di mana tidak terlalu banyak memberi penguasaan lahan kepada korporasi. Bahkan hanya Presiden Soekarno dan putrinya itu yang anti terhadap konsesi kelapa sawit.

Tidak heran, karena Megawati sendiri pernah menegaskan bahwa sawit adalah “tanaman arogan” karena dampaknya yang besar terhadap lingkungan dan ruang hidup masyarakat.

Ini menjadi pengingat bahwa keberpihakan pada bumi dan rakyat harus berdiri di atas kepentingan eksploitasi, seperti yang diingatkan Ibu Mega, bahwa Gusti Allah juga yang memberikan bumi yang hijau ini untuk kita.(Diana)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *