Surat terbuka Nurdin Taba kepada Presiden Prabowo Subianto, yang mempertanyakan tegaknya hukum dan keadilan di Indonesia, bukan sekadar ungkapan keprihatinan individu, melainkan cerminan keresahan publik yang semakin meluas. Tuduhan perlakuan hukum yang berbeda antara rakyat biasa dan mereka yang berkuasa, pengaburan pasal, dan vonis yang tidak adil, merupakan isu yang tidak bisa diabaikan.
Kepercayaan publik terhadap sistem peradilan merupakan pilar fundamental bagi sebuah negara demokrasi. Ketika kepercayaan itu tergerus – seperti yang diungkapkan Nurdin Taba – maka legitimasi negara sendiri terancam. Proses hukum yang dianggap tidak adil akan menimbulkan rasa ketidakadilan, menumbuhkan ketidakpercayaan, dan pada akhirnya dapat memicu instabilitas.
Presiden Prabowo memiliki tanggung jawab moral dan konstitusional untuk menangani isu ini dengan serius. Janji-janji kampanye tentang reformasi hukum harus diterjemahkan ke dalam aksi nyata. Ini memerlukan lebih dari sekadar pernyataan tegas; diperlukan langkah-langkah konkret untuk memperkuat independensi lembaga penegak hukum, memperbaiki proses peradilan, dan menjamin akses keadilan bagi semua lapisan masyarakat.
Reformasi hukum bukan tugas mudah. Ia memerlukan komitmen yang kuat, keberanian untuk menghadapi kepentingan kelompok tertentu, dan kerja sama antar lembaga negara. Namun, tanpa reformasi yang nyata dan berkelanjutan, cita-cita Indonesia sebagai negara hukum yang adil dan bermartabat akan tetap menjadi mimpi yang sulit diwujudkan. Presiden Prabowo harus membuktikan keseriusannya dalam mewujudkan hukum yang benar-benar berpihak kepada keadilan, bukan kepada kekuasaan. Masa kepemimpinannya akan diukur dari seberapa jauh ia berhasil menjawab tantangan berat ini.

