Sorotkeadilan.id – Sulawesi Selatan, Peran dosen dalam rangka hari PGRI Nasional 25 Nopember 2025, khususnya di bidang Farmasi, patokan utama sebagai kiblat kemajuan bidang Farmasi di Indonesia Timur adalah UNHAS telah mengalami pergeseran dramatis seiring dengan revolusi digital dan tuntutan akan pengembangan formula obat modern yang lebih efektif dan personal.
Dosen Farmasi di era Milenial bukan lagi sekadar sumber tunggal informasi, melainkan seorang mentor digital yang membekali mahasiswa dengan kemampuan merancang, memprediksi, dan meregulasi sediaan farmasi canggih.
Perubahan ini mendasar, menempatkan dosen sebagai perantara antara ilmu dasar dan praktik inovatif.
Integrasi Sains Komputasi dan Prediksi Formula, Salah satu tantangan terbesar adalah mengintegrasikan teknologi terdepan dalam kurikulum formulasi, mengubah pendekatan berbasis coba-coba atau trial and error menjadi pendekatan berbasis prediksi. Dosen kini harus mengajarkan mahasiswa menggunakan perangkat lunak Kimia Komputasi atau Computational Chemistry dan Pemodelan Molekul (Molecular Modeling) untuk memprediksi efektivitas molekul obat baru dan interaksi ADMET (Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, Ekskresi, Toksisitas).
Metode seperti Quantitative Structure-Activity Relationship (QSAR) dan simulasi Docking harus menjadi bagian inti dari kurikulum, memungkinkan mahasiswa merancang senyawa dan memvalidasi hipotesis secara virtual sebelum sintesis mahal di laboratorium.
Selain itu, diperlukan penguasaan teknologi Nano-obat dan sistem penghantaran obat (Drug Delivery Systems – DDS) berbasis smart materials. Dosen harus mengajarkan bagaimana menstabilkan molekul obat yang tidak larut dengan memasukkannya ke dalam nanopartikel lipid, polimer, atau nanosom. Pembelajaran ini harus mencakup simulasi virtual tentang pelepasan obat terkontrol dan cara merancang permukaan partikel agar dapat menargetkan sel kanker secara spesifik (targetting aktif).
Dosen harus mahir dalam analisis data besar (Big Data) yang dihasilkan dari eksperimen skala tinggi dan uji klinis untuk mengoptimalkan profil sediaan.
Tantangan Etika dan Regulasi dalam Penemuan Obat Berbasis AI
Dosen Farmasi juga berfungsi sebagai fasilitator riset translasi dan kepatuhan regulasi. Mereka harus membimbing mahasiswa dalam penelitian yang tidak hanya menghasilkan molekul baru, tetapi juga formula sediaan yang stabil dan aman untuk diproduksi massal. Ini menuntut penekanan pada Good Manufacturing Practice (GMP) dan pemahaman mendalam tentang jalur persetujuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atau FDA.
Aspek Etika Digital dan keabsahan data dalam riset menjadi sangat krusial, terutama terkait penggunaan Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning dalam penemuan obat. AI dapat mempercepat proses identifikasi kandidat obat, tetapi dosen harus mengajarkan mahasiswa untuk Menvalidasi Data yaitu memastikan data pelatihan (training data) AI tidak bias dan representatif.
Transparansi Algoritma yaitu memahami “kotak hitam” AI agar keputusan yang direkomendasikan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan etika.
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang menentukan kepemilikan paten atas molekul yang ditemukan oleh AI.
Intinya, dosen di bidang Farmasi harus menjadi pembelajar seumur hidup yang senantiasa mengikuti perkembangan formulasi obat yang bergerak cepat menuju Pengobatan Personal (Personalized Medicine).
Dengan adaptasi ini, dosen dapat menghasilkan apoteker dan peneliti yang siap menciptakan terobosan dalam formulasi sediaan farmasi, memastikan keamanan, efikasi, dan aksesibilitas obat yang disesuaikan dengan kebutuhan genetik individu bagi masyarakat.
Penulis : apt. Rusdiaman, SSi.,M.Si.,
Dosen Poltekkes Kemenkes Makassar
