Sorotkeadilan.id – Depok, Ikatan Pers Anti Rasuah (IPAR) menyoroti dugaan praktik pemotongan tunjangan sertifikasi yang dialami sejumlah guru Agama Kristen di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) Kota Depok. Dugaan tersebut mengemuka setelah ditemukannya bukti transfer, komunikasi tertulis, serta keterangan para guru yang mengaku diminta menyetor sejumlah uang setiap kali dana sertifikasi dicairkan.
Ketua Umum IPAR, Obor Panjaitan, menyatakan bahwa praktik tersebut, meski disebut sebagai “sukarela”, tetap bermasalah secara hukum dan administrasi negara karena terjadi dalam relasi kuasa antara pejabat dan guru, serta tidak memiliki dasar hukum tertulis.
“Ini bukan soal besar atau kecilnya uang. Ini soal tata kelola negara. Tunjangan sertifikasi adalah hak guru yang bersumber dari keuangan negara. Jika dalam prosesnya ada permintaan setoran ke rekening pribadi pejabat atau pihak tertentu tanpa dasar hukum, itu patut diduga sebagai penyimpangan,” ujar Obor Panjaitan, Sabtu (13/12-2025)
IPAR mencatat, setoran tersebut dilakukan secara berkala mengikuti siklus pencairan sertifikasi, dengan nominal tertentu, dan dikomunikasikan melalui pesan pribadi maupun grup internal. Dalam klarifikasi yang dilakukan IPAR, pihak terkait menyebut pungutan itu bersifat sukarela, namun tidak mampu menjelaskan landasan hukum, mekanisme resmi, maupun pertanggungjawaban penggunaan dana tersebut.
Lebih lanjut, Obor Panjaitan menegaskan bahwa narasi “sukarela” tidak dapat digunakan untuk membenarkan penerimaan dana dalam konteks pelayanan publik.
“Dalam hukum administrasi negara, tidak dikenal istilah sumbangan sukarela yang diminta oleh pejabat kepada penerima layanan negara. Apalagi jika dilakukan berulang, memiliki pola, dan dikaitkan langsung dengan proses sertifikasi,” tegasnya.
IPAR juga menyayangkan adanya upaya-upaya nonformal yang mengarah pada permintaan agar persoalan ini tidak diberitakan. Menurut IPAR, langkah tersebut justru memperkuat pentingnya pengawasan publik terhadap tata kelola di tubuh Kementerian Agama.
Atas dasar temuan tersebut, IPAR memastikan akan melaporkan dugaan ini secara resmi kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Republik Indonesia untuk dilakukan pemeriksaan menyeluruh, objektif, dan transparan.
“Kami mendorong Kementerian Agama melakukan audit internal dan penertiban serius. Ini penting bukan hanya untuk perlindungan guru, tetapi juga untuk menjaga integritas institusi dan kepercayaan publik,” pungkas Obor Panjaitan.
Lebih jauh, sorotan tajam mengarah pada kapasitas penampung rekening. Berdasarkan penelusuran Media Nasional Obor Keadilan, rekening penerima dana—yang identitasnya disamarkan dengan inisial RN—diketahui memiliki posisi dan afiliasi langsung dalam struktur pelayanan keagamaan di lingkungan Kementerian Agama Kota Depok. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mendasar: dalam kapasitas apa RN menerima dan menampung dana dari guru penerima tunjangan sertifikasi negara?
Dalam sistem administrasi negara, pejabat atau pihak yang berada dalam rantai kewenangan pelayanan publik dilarang menerima uang apa pun dari penerima layanan, baik secara langsung maupun tidak langsung, terlebih melalui rekening pribadi. Tidak dikenal istilah “penampung sukarela” dalam pengelolaan keuangan negara. Setiap penerimaan dana wajib memiliki dasar hukum, mekanisme resmi, serta pertanggungjawaban institusional.
Fakta bahwa dana sertifikasi—yang bersumber dari APBN—dikaitkan dengan permintaan setoran ke rekening pribadi pihak yang memiliki afiliasi struktural, memperkuat dugaan adanya konflik kepentingan dan penyalahgunaan kewenangan. Hingga kini, belum ada penjelasan terbuka mengenai dasar hukum, fungsi resmi penampungan dana tersebut, maupun alur pertanggungjawabannya.
IPAR menegaskan bahwa seluruh informasi diperoleh melalui kerja jurnalistik yang sah dan dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, serta tetap mengedepankan prinsip keberimbangan dan kepentingan publik.(Red)
Sber dari :
Ikatan Pers Anti Rasuah (IPAR)
Ketua Umum: Obor Panjaitan
