Sorotkeadilan.id – Jakarta, Artis Nikita Willy dan suaminya Indra Priawan kembali menjadi sorotan, lantaran kerap flexing di tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang terhimpit persoalan ekonomi.
Indra Priawan sebagai suami Nikita Willy diketahui masih berstatus terlapor di Bareskrim dalam dugaan pencurian saham di Blue Bird Taxi, dan kasus ini pun masih berproses hingga saat ini.
Seiring tudingan netizen di kolom komentar berbagai media sosial menyindir soal perampok saham yang istrinya ikut menikmati, hasil rampokan untuk berfoya-foya.
Diantara akun yang belum dihapus menyindir liburan Nikita Willy, “Gak takut ada rampok ya…” sindir akun @upik12… di salah satu postingannya flexing Nikita Willy di kutip, Selasa (30/9/2025).
Selain itu, juga menjawab berbagai pertanyaan netizen soal munculnya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU)? di balik flexing Nikita Willy dan Indra Priawan, tim jurnalis mencoba menelusuri dan memang nampak adanya dugaan TPPU tersebut serta tentunya menjadi hal penting untuk diusut aparat hukum.
Menanggapi flexing Nikita Willy dan Indra Priawan serta persoalan hukum atau dugaan TPPU, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Tarumanegara Dr. Hery Firmansyah, S.H., M.Hum., mengatakan pemanggilan untuk langkah hukum pemeriksaan sangat perlu dilakukan.
“Dalam hal penyidikan suatu perkara pidana, jika status perkara tersebut telah naik sidik, maka penyidik atas perintah Undang-Undang dapat kemudian memanggil seseorang untuk dimintai keterangan terkait tindak pidana yang akan didalami,” ujar Hery kepada wartawan di Jakarta, Selasa (30/9/2025).
Tentu dalam hal adanya laporan dari seseorang, kata dia, bahwa seseorang terhadap adanya suatu dugaan tindak pidana yang terjadi maka seseorang yang diminta menjadi saksi wajib hadir dan memberikan kesaksian.
“Dalam kasus ini status perkara tentu harus ditegaskan mengenai kepastian hukum laporan yang telah dibuat dan memanggil para pihak yang ada dalam laporan tersebut kalau memang niatnya didalami perkara tersebut,” ucapnya.
Hery Firmansyah yang juga akademisi bidang hukum dan penulis buku Perbedaan Pendapat Dalam Putusan Pengadilan menambahkan, “Laporan hukum yang dibuat kadang sudah disertai bukti permulaan yang cukup, yang buktinya disertakan juga oleh pelapor, tinggal bagaimana penyidik mengambil sikap atas laporan tersebut cukup bukti atau tidak,” ulasnya.
“Kalau kemudian terbukti adanya aliran dana hasil kejahatan dalam konteks TPPU UU nomor 8 tahun 2010, maka yang bersangkutan dapat dihadapkan di muka hukum guna didengar keterangannya,” pungkas Hery.
Sebelumnya Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Anis Farida mengatakan soal flexing, atau pamer kekayaan sesungguhnya adalah cara seseorang menunjukkan eksistensinya.
“Para ahli mengatakan ketimpangan yang terlalu besar bisa membuat masalah sosial seperti kemarahan dan ketidakstabilan makin parah,” ujar Anis.
Oleh karena itu, kata dia, besar harapannya bagi pemerintah untuk terus fokus membantu rakyat kecil supaya kehidupan lebih adil dan seimbang.
Seperti contoh kasus, yakni anak Rafael Alun Trisambodo yang bernama Mario Dandy Satrio, yang sebelum masuk penjara lantaran kasus pidana penganiayaan, ia kerap melakukan flexing menggunakan kendaraan mewah, makanan, minuman, pakaian, serba elit, memamerkan kehidupan mewahnya.
Hingga netizen meributkan soal dari mana harta benda Mario Dandy, yang akhirnya viral lantaran ternyata dari harta ayahnya dengan nilai fantastis adalah hasil dari tindak pidana korupsi pajak, yang singkatnya kemudian aparat hukum menangkap dan memenjarakan Rafael Alun.
(Diana)